Saturday 13 February 2016

Deponering Kasus NB, AS dan BW Mengoyak Kesadaran Hukum



bb
Oleh: Dr. Bambang Usadi, MM*
TRIBRATANEWS JATIM

Kasus hukum yang menjerat BW, AS dan NB kembali menjadi sorotan ketika tiba-tiba muncul wacana bahwa kasus yang menjerat mantan komisioner dan penyidik KPK tersebut akan dideponering melalui kewenangan Jaksa Agung. Tidak ketinggalan ICW pun mendesak agar Kejaksaan Agung mendeponering kasus tersebut, meski sebagian komponen masyarakat justru menghendaki agar kasus BW, AS dan NB  diteruskan sampai proses peradilan untuk memastikan tercapainya rasa keadilan dan kepastian hukum, termasuk tujuan terciptanya kesadaran hukum. HMI secara tegas menolak deponering, menuntut keadilan dan meminta Kejagung untuk menuntaskan kasus yang menjerat mantan komisioner KPK tersebut. 
Persoalannya adalah atas dasar apa beberapa pihak di luar kekuasan criminal justice system mendesak dilakukan deponering terhadap kasus BW, AS dan NB?  Apabila alasannya adalah hati nurani, keadilan dan kepastian hukum, maka semestinya hati nurani berdasar kesadaran hukum yang mengkedepankan keadilan dan kepastian hukum,  menuntun lahirnya sikap dan perilaku yang menghormati proses hukum sampai tuntas sehingga menjadi jelas duduk perkara hukumnya atau benar salahnya di depan hukum. Pemberian perlakuan khusus terhadap BW, AS dan NB menyalahi ketentuan hak asasi manusia karena telah nyata memberikan perlakuan yang tidak sama di hadapan hukum sebagaimana ditegaskan konstitusi pasal 28D UUD Tahun 1945 amandemen IV huruf (i) setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum.
Sesungguhnya, kewenangan Jaksa Agung dalam melakukan deponering didasarkan Pasal 8 Undang-Undang No. 15 Tahun 1961 jo Pasal 32 huruf e Undang-undang No. 5 Tahun 1991 jo. Pasal 35 huruf c Undang-Undang No 16 Tahun 2004 berbunyi: “Jaksa Agung mempunyai tugas dan wewenang menyampingkan perkara demi kepentingan umum”.  Penjelasan UU No. 16 Tahun 2004 pasal 35 huruf c menegaskan: “Yang dimaksud dengan ‘kepentingan umum’ adalah kepentingan bangsa dan Negara dan/atau kepentingan masyarakat. Mengesampingkan sebagaimana dimaksud dalam ketentuan ini merupakan pelaksanaan asas opportunitas, yang hanya dapat dilakukan oleh Jaksa Agung setelah memperhatikan saran dan pendapat dari badan-badan kekuasaan Negara yang mempunyai hubungan dengan masalah tersebut”.
Demikian juga dengan ketentuan KUHAP yang mengatur kewenangan Jaksa Agung untuk melakukan deponering perkara diatur dalam Pasal 46 ayat (1) huruf c dan pasal 77 KUHAP.  Pasal Pasal 46 ayat (1) huruf c  KUHAP menegaskan: “Perkara tersebut dikesampingkan demi kepentingan umum atau perkara tersebut ditutup demi hukum, kecuali apabila benda itu diperoleh dari suatu tindak pidana atau yang dipergunakan untuk melakukan suatu tindak pidana”, dan Penjelasan Pasal 77 KUHAP berbunyi: “Yang dimaksud dengan penghentian penuntutan tidak termasuk penyampingan perkara untuk kepentingan umum menjadi wewenang Jaksa Agung”.
Hal yang patut menjadi pertanyaan besarnya berdasarkan pada ketentuan deponering tersebut adalah kepentingan umum apa sesungguhnya yang dimaksud?  Apakah kepentingan pemberantasan tindak pidana korupsi.  Apabila kepentingan ini yang dimaksud, maka justru proses penegakan hukum harus dilanjutkan untuk memastikan bahwa pengambilan keputusan di KPK dilakukan secara profesional, tidak dilakukan oleh tangan-tangan yang sudah ditetapkan sebagai tersangka pernah bermain kotor dalam penegakan dan ketaatan terhadap hukum.  Sebagaimana diharapkan pasal 29 UU No 30 Tahun 2002 tentang KPK, “Untuk dapat diangkat sebagai Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi harus memenuhi persyaratan sebagai berikut: poin (7) cakap, jujur, memiliki integritas moral yang tinggi, dan memiliki reputasi yang baik”.
Proses penegakan hukum terhadap BW, AS dan NB juga akan menghindarkan terjadinya preseden buruk terhadap pengabaian tujuan hukum yang utama itu sendiri yakni terwujudnya ketertiban dan keadilan, karena setiap orang nantinya tidak akan khawatir melakukan perbuatan atau tindakan dengan mencurangi hukum, karena ada harapan ketika menduduki jabatan publik yang lebih strategis, kasus hukum lamanya akan diabaikan disebabkan adanya opini dan desakan publik atau atas dasar kepentingan politik. Deponering secara substansial sesungguhnya juga merugikan status hukum pihak yang tersangkut kasus pidana. Pilihan deponering menegaskan bahwa perkaranya memang cukup alasan dan bukti untuk diajukan serta diperiksa dalam sidang pengadilan, yang berarti bahwa yang bersangkutan menyandang status sebagai tersangka sepanjang masa.
Pembangunan kesadaran hukum seharusnya mampu memposisikan hukum sebagai panglima dalam setiap penyelesaian perkara hukum. Deponering harus tetap diposisikan menjadi kewenangan independen dari Jaksa Agung yang secara profesional dan dilandasi integritas memandang demi kepentingan hukum mengabaikan perkara dan tidak melanjutkannya perkara hukum ke tingkat pengadilan.  Deponering melalui desakan para pihak di luar criminal justice system atau disebabkan adanya deal-deal politik tertentu justru akan semakin memperkeruh dan memperunyam wajah penegakan hukum di Indonesia, karena konsekuensinya justru akan mendorong sebagian orang yang bermasalah dengan hukum nantinya akan memanfaatkan celah pembentukan opini publik untuk mengintervensi proses penegakan hukum, dengan dalih bermacam-macam.
Media, penggiat, tokoh agama dan pengamat hukum termasuk akademisi juga diharapkan berperan membangun budaya hukum yang konstruktif dengan memanfaatkan ruang publik untuk mendidik masyarakat yang sadar hukum dan tidak abai terhadap kewajiban hukum seseorang yang sedang menjalani proses penegakan hukum.  Bagaimanapun masyarakat termasuk media, penggiat, tokoh agama, akademisi dan pengamat hukum tidak mengetahui dan memahami keseluruhan konstruksi dan anatomi kasus pidana yang  menjerat tersangka, sehingga sudah seharusnya menyerahkan proses penegakan hukum sepenuhnya kepada criminal justice system yang berwenang.
*Penulis: Brigjen Pol. Dr. Bambang Usadi, MM, Karo Bankum DivKum Polri

0 comments:

Post a Comment